Adil menurut bahasa Arab disebut dengan kata ‘adilun, yang berarti sama
dengan seimbang. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah diartikan tidak
berat sebelah,tidak memihak,berpihak pada yang benar,berpegang pada kebenaran,
sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang. Dan menurut ilmu akhlak ialah meletakan
sesuatu pada tempatnya, memberikan atau menerima sesuatu sesuai haknya, dan
menghukum yang jahat sesuai haknya, dan menghukumyang jahat sesuai dan
kesalahan dan pelanggaranya.
Kata ‘adl adalah bentuk
masdar dari kata kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udulan – wa ‘adalatan
(عَدَلَ – يَعْدِلُ – عَدْلاً – وَعُدُوْلاً – وَعَداَلَةً) .[1] Kata kerja ini
berakar dengan huruf-huruf ‘ain (عَيْن), dal (دَال) dan lam (لاَم), yang makna
pokoknya adalah ‘al-istiwa’’ (اَلْاِسْتِوَاء = keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijaj’
(اَلْاِعْوِجَاج = keadaan menyimpang).[2] Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut
mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atau sama dan bengkok atau
berbeda. Dari makna pertama, kata ‘adl berarti “menetapkan hukum dengan benar”.
Jadi, seorang yang ‘adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan
ukuran yang sama, bukan ukuran ganda. Persamaan itulah yang merupakan makna
asal kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang
yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang ‘adil berpihak kepada yang
benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh
haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak
sewenang-wenang.
Al-Asfahani
menyatakan bahwa kata ‘adl berarti memberi pembagian yang sama.
Sementara itu,
pakar lain mendefinisikannya dengan penempatan sesuatu pada tempat yang
semestinya. Ada juga yang menyatakan bahwa ‘adl adalah memberikan hak kepada
pemiliknya melalui jalan yang terdekat. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Maraghi
yang memberikan makna kata ‘adl dengan menyampaikan hak kepada pemiliknya
secara efektif.
Kata
‘adl di dalam Al-Quran memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula
pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan).
Secara Bahasa Adil Berasal dari bahasa arab yang berarti proporsional, tidak berat
sebelah, jujur Secara Istilah ada beberapa makna antara
lain: menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Menurut Al Ghozali adil adalah keseimbangan antara sesuatu yang lebih dan yang kurang
Prof. Dr. Yusuf Qardlawi dalam bukunya “Sistem
Masyarakat Islam dalam Al-Qur’an & Sunnah” memberikan pengertian adil adalah “memberikan
kepada segala yang berhak akan haknya, baik secara pribadi atau secara
berjamaah, atau secara nilai apa pun, tanpa melebihi atau mengurangi, sehingga
tidak sampai mengurangi haknya dan tidak pula menyelewengkan hak orang lain”
Adil itu menempatkan
sesuatu pada tempatnya, Kata adil dilawankan dengan kata dzalim yaitu
menempatkan sesuatu yang bukan pada tempatnya.
Adil adalah memberikan
hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan
segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan
kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja.
Islam memerintahkan
kepada kita agar kita berlaku adil kepada semua manusia
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapak dan kaum kerabatmu .” (An-Nisa’: 135)
Dalil tentang adil
Artinya:”Dan Allah Telah
meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan).8. Supaya kamu
jangan melampaui batas tentang neraca itu.9. Dan Tegakkanlah timbangan
itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”. (QS. Ar-Rahman:7-9)
Artinya:“Sesungguhnya
kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya
manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya
terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (QS. Al-Hadidi:25)
“Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” (QS.
Al-An’âm : 152)
“Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah, biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang
dari kebenaran. Dan jika kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang
kamu kerjaan.” (QS. An-Nisâ` : 135)
“Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Mâ`idah : 8)
“Dan di antara
orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan
dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf : 181)
“Dan aku diperintahkan
supaya berlaku adil di antara kalian.” (QS. Asy-Syûrô: 15)
PENTINGNYA KEADILAN
Islam sangat menekankan
sikap adil dalam segala aspek kehidupan. Allah SWT memerintahkan kepada umat
manusia supaya berprilaku adil, baik kepada Allah SWT, dirinya sendiri
maupun orang lain. Al Qur'an memandang bahwa keadilan merupakan inti ajaran
Islam yang mencakup semua aspek kehidupan. Prinsip keadilan yang dibawa Al
Qur'an sangat kontekstual dan relevan untuk diterapkan kedalam kehidupan
beragama, berkeluarga dan bermasyarakat.
Karakteristik Sikap
Adil
Islam mengajarkan bahwa
semua orang mendapat perlakuan yang sama dan sederajat dalam hukum. Dalam Islam
, tidak ada diskriminasi hukum karena perbedaan kulit, status social, ekonomi,
atau politik .
Alqur’an secara spesifik
menegaskan perilaku adil Yaitu ;
1. Keadilan
dalam menetapkan hukum(QS An Nisa’ 58)
Allah berfirman: (Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil.) (QS. an Nisaa’: 58)
2. Keadilan
memberikan hak kepada orang lain ((QS An NAhl 90)
3. Keadilan
dalam berbicara (QS Al an’ am 152)
walaupun perkataan ini membuat
keluarga kita marah: (Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah
kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu) ) (QS. al An’am: 152)
4. Keadilan
dalam kesaksian (QS An Nisa’ 135)
jika kita diminta untuk bersaksi, walaupun
kesaksian ini menyulitkan kita atau menyulitkan orang yang disaksikan, karena
ia adalah kesaksian karena Allah:
(Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah.) (QS. ath Thalaq: 2)
(Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil.) (QS. al Maidah: 8)
5. Keadilan dalam pencatatan utang (QS Al Baqarah
282)
6. Keadilan
dalam mendamaikan perselisihan ( QS Al Hujurat 9)
7. Keadilan
dalam menghadapi orang yang tidak disukai (QS Al Maidah 8)
8. Keadilan
dalam memberikan balasan ( QS Al Maidah 95)
Perilaku orang yang berbuat adil antara lain :
- Bertindak bijaksana dalam memutuskan perkara orang yang berselisih
- Arif dan bijaksana dalam bermusyawarah
- tidak mengurangi timbangan dan takaran
- Bekerja secara optimal dan profesional
- Belajar secara maksimal dan sungguh-sungguh
- Membantu fakir miskin dan dhuafa' untuk mengelarkan zakat infak dan
shodaqah
- Tolong menolong dan bekerjasama dalam kebaikan
- Saling menyayangi dan mengasihi diantara anggota keluarga
3. Nilai Positif Sikap Adil
Keadilan merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, baik, dan mulia. Apabila keadilan diwujudkan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, serta bangsa dan Negara, sudah tentu ketinggian, kebaikan, dan kemuliaan akan diraih. Jika seseorang mampu mewujudkan keadilan dalam dirinya sendiri, tentu akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, memperoleh kegembiraan batin, disenangi banyak orang, dapat meningkatkan kualitas diri, dan memperoleh kesejahteraan hidup duniawi serta ukkhrawi (akhirat).
Jika keadilan
dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akan
terwujud masyarakat yang aman,tentram , serta damai sejahtera lahir dan batin.
Hal ini disebabkan masing-masing anggota masyarakat melaksanakan kewajiban
terhadap orang lain dan akan memenuhi hak orang lain dengan seadil-adilnya
Adapun nilai positif dan dampak dalam perbuatan adil antara lain :
Adapun nilai positif dan dampak dalam perbuatan adil antara lain :
- Keadilan membawa ketentraman
- Keadilan membawa kedamaian
- Keadilan menimbulkan kepercayaan
- Keadilan dapat meningkatkan kesejahteraan
- Keadilan dapat meningkatkan prestasi belajar
- Keadilan dapat menciptakan kemakmuran
- Keadilan dapat mengurangi kecemburuan sosial
- Keadilan dapat mempererat tali persaudaraan
- Keadilan dapat menimbulkan kebaikan dan mencegah kejahatan
4. Melatih dan
membiasakan bersikap adil
Seorang hendaknya membiasakan diri berlaku adil, baik terhadap dirinya,kedua
orang tuanya,saudara-saudaranya,anak-anaknya, teman-temannya, tetangganya,
masyarakatnya, bangsa dan Negaranya, maupun terhadap sang Khalik (Allah swt)
dengan terus berlatih dan berusaha untuk bersikap adil
Apabila keadilan itu ditegakan dalam setiap aspek kehidupan, tentu keamanan,
ketentraman,kedamaian, serta kesejahteraan lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi
akan dapat diraih diantaranya dengan hal-hal sebagai berikut :
- menyadari pentingnya keadilan dalam kehidupan
- memahami nilai-nilai positif yang terkandung dalam prinsip keadilan
- berusaha mempraktikkan keadilan baik kepada Allah SWT, diri sendiri
maupun orang lain
Cotoh perilaku adil
1. Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu
datang seseorang bersama al Hadi, raja abbasiyah mempersengketakan sebuah
kebun, Abu Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu,
sedangkan sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda
meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al Hadi tidak
ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya, maka Abu Yusuf
mengembalikan kebun itu kepada pemiliknya
2. Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi
memanggil khalifah almanshur al Abbasi dan beberapa kuli angkut ke majlis
pengadilan dihalaman masjid, beliau mendudukkan kedua belah pihak di
hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli angkut tersebut.
3. Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan
kepada Amirul mukminin Umar bin Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah,
karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan memeranginya tanpa peringatan
sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari’at al-Qur’an, maka amirul mukminin
mengalihkan pengaduan mereka kepada Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan
perkara, karena Qadhi membuat putusan agar umat Islam keluar dari Samarkand.
No comments:
Write comments